• It's Love and He's a Scientist's Guinea Pig (Sebuah Novel)

     
     
    This is my first novel that has been published :) by
     
    “Mereka melihat kita!” kata Crystal panik. Ia dan Connor melompat ke dalam lift yang akhirnya terbuka. 
    Tangan Connor memencet-mencet tombol menutup saat langkah-langkah kaki mulai terdengar sepanjang lorong di hadapan mereka. Pintu menutup tepat saat Crystal melihat siluet jas hitam para pengejar mereka di depan pintu lift. 
    “Siapa mereka?” Crystal berdiri mematung menatap pintu lift di hadapannya. Masih shock, dadanya naik turun dengan cepat. 
    “Kaki tangan Escobar,” jawab Connor dengan rahang terkatup rapat. 
    Crystal mendongak menatapnya dengan kaget. “Connor?” katanya, mulai merasakan ketakutan merambati perasaannya. 
    Connor tidak menatap balik padanya. Pandangannya lurus ke depan, setengah melamun, tetapi pelipisnya berkedut-kedut. Entah sadar atau tidak, ia meremas keras pergelangan tangan Crystal. 
    Suara berdenting mengiringi pintu lift yang akhirnya terbuka dan Crystal serta Connor melompat keluar, menabrak troli sampah dengan sura berisik, membuat heran pegawai yang sedang membawanya. 
    Connor tetap mengedarkan pandangan waspada saat membawa Crystal berlari menuju eskalator. Ia tak ingin tertangkap keempat pria itu. Tidak dengan Crystal berada bersamanya sekarang. 
    “Connor!” desahan ketakutan Crystal dan cengkeraman di lengannya membuat Connor mengerem langkahnya. Pria-pria kaki tangan Escobar sedang berlari di eskalator yang naik menuju lantai tempat ia dan Crystal berada. Tanpa menunggu lagi Connor berbalik dan berlari sekencang ia bisa membawa Crystal berlari bersamanya. 
    Mereka melesat melewati kelompok permainan sulap, menyeruak di antara penonton yang sedang menonton band di salah satu pameran, membuat orang-orang memekik jengkel, tetapi mereka terus berlari. 
    “Cepat!” Connor memberi instruksi pada Crystal untuk terus berlari menuruni eskalator flat.
       
     
     
    Langkah-langkah mereka terdengar jelas di area parkir yang sepi, mengintimidasi Crystal untuk terus berlari menuju Audinya. 
    Suara mesin meraung di bawah kaki Crystal. Ban berdecit nyaring saat Connor mulaimenjalankan mobilnya. 
    “Awas!” pekik Crystal saat Connor tidak memperlambat lajunya ketika orang-orang Escobar tiba-tiba saja melompat di depan mobil mereka. Mereka berlompatan menyingkir seperti serpihan kertas. 
    Sedetik kemudian ia menjerit lagi saat sebuah dorongan kuat menghantam sisi mobil. Crystal tidak sempat melihat yang terjadi, tetapi bisa dirasakannya mobil mulai oleng. Suara decitan memenuhi kepala Crystal saat Connor berusaha mengendalikan laju mobil. Moncong mobil nyaris beberapa kali akan menabrak pilar-pilar area parkir. 
    “Kau baik-baik saja?” tanya Connor. 
    Crystal menurunkan tangannya dari wajahnya perlahan saat laju mobil mulai normal. Ia menoleh ke belakang dan melihat sebuah mobil Lancer yang menabrak mereka, melintang di pelataran parkir. Crystal merasa diawasi dari balik kaca mobilnya yang hitam. Tidak mengerti mengapa mereka tidak berusaha mengejar lagi. 
    “Kau baik-baik saja?” tanya Connor lagi, setengah membentak karena Crystal tak kunjung menjawabnya. 
    “A─aku baik!” sahut Crystal gugup. 
    Saat melewati pintu keluar, Connor dengan tak sabar melemparkan karcis keluar jendela dan memencet bel terus menerus. 
    Mobil menembus udara malam sementara Connor menambah kecepatan. 
    Crystal melirik kaca spion, dan dengan tak yakin memutar tubuhnya. “Ada tiga mobil,” gumamnya ragu. Tidak mudah mengenali mobil yang sedang mengikuti mereka atau bukan di malam hari. Crystal hanya bisa melihat lampu-lampu depan mobil di belakang mobil mereka. 
    Tetapi saat kemudian dua buah mobil tiba-tiba menderu dan mengapit mobilnya, Crystal yakin mereka sedang diikuti. 
    “Ki-kita dikepung,” bisik Crystal, menyadari apa yang terjadi. Ia mencengkeram sabuk pengamannya. “Mereka tak akan melepaskan kita bukan?” ia menoleh pada Connor takut-takut. 
    Saat ia menatap Connor, ia menyadari bahwa bahaya sebenarnya tidak sedang mengincar dirinya. 
    “Kau akan keluar dari sini dengan selamat,” kata Connor. Matanya lurus ke depan, tangannya mantap memegang kemudi. Ia menginjak gas, mendahului kedua mobil itu. 
    “Sabuk pengamanmu.” Crystal menyadari sesuatu. “Connor, pakai sabuk pengamanmu!” 
    Belum sempat Connor menuruti perintahnya, atau bahkan tidak mendengarnya, tubuh Crystal terbanting ke samping saat mobil berputar tajam. Kepalanya membentur jendela dengan keras. Decit nyaring ban yang menggeser aspal memecah udara saat mobil miring selama beberapa detik sebelum kembali berjalan lurus. 
    “Kau baik-baik saja?” Connor meliriknya sekilas. 
    “Jangan tanya terus! Pakai sabuk pengamanmu!” teriak Crystal frustasi. Meskipun dengan sedikit kaget, tapi kali ini Connor menuruti kata-katanya. Crystal harus membantunya karena tampaknya Connor terlalu panik untuk memasang sabuk pengaman dengan benar. 
    Tubrukan dari belakang mobil membuat Crystal memekik. Kalau saja ia tidak memakai sabuk pengaman mungkin tubuhnya akan terbang ke kaca depan. 
    Ia menahan napas saat mobil meluncur ke bahu jalan, tetapi Connor berhasil mengendalikan laju mobil dan mengembalikan ke jalanan utama. Ia menaikkan kecepatan lagi. 
    Lampu-lampu jalan, pertokoan, pejalan kaki di trotoar hanya berupa siluet-siluet kabur karena mobil bergerak sangat cepat. Punggung Crystal menempel pada jok kursi saat disadarinya mereka berada di antara dua truk tronton, di dekat ban-ban raksasanya yang sewaktu-waktu bisa menggilas keduanya jika Connor meleset sedikit saja. 
    “Ba-bagaimana Escobar tahu kita di luar?” tanya Crystal, mencengkeram erat sabuk pengamannya. 
    “Dia mengawasi kita. Di suatu tempat. Ia bisa menghubungi ponselku,” jawab Connor cepat. Crystal bisa melihat urat-urat ketegangan di lehernya. 
    “Dia ‘melihat’ kita?” tanya Crystal. Ia bisa merasakan tangannya mulai berkeringat. “A-Aku akan menghubungi paman!” Crystal cepat-cepat merogoh ponsel di sakunya. Hanya Paman Jack yang bisa menolong mereka di saat seperti ini! 
    Crystal menekan tombol hubung di ponselnya, ia menoleh ke belakang lagi, mencari-cari keberadaan para pengejar mereka, tetapi ia tak bisa melihat apapun kecuali pendar-pendar lampu depan mobil lain di belakang mereka. Baru saja Crystal merasa lega saat Connor membawa mereka keluar dari ‘kepungan’ roda-roda truk, ponsel Connor berbunyi nyaring. 
    Ia dan Connor saling melirik, seolah-olah tahu siapa yang menelepon. 
    Rasa takut membuat Crystal lupa pada ponselnya sendiri. Terdengar sahutan dari pamannya, tetapi Crystal sudah menjauhkan ponsel dari telinganya, mengawasi Connor mengeluarkan ponsel di sakunya. 
    Crystal menelan ludah saat Connor menekan tombol pengeras suara. 
     
    Terdengar suara bergemirisik selama beberapa detik.
     
    Kemudian terdengar suara berat seorang pria, “Kau pikir kau bisa lari dariku, Stafford muda?” 
    Connor maupun Crystal taidak bereaksi. Mereka sama-sama tenggelam dalam kecemasan masing-masing menunggu apa yang akan dikatakannya selanjutnya. 
    Terdengar suara gemerisik lagi dan “AWAS di depanmu!” 
    Crystal menjerit, ponsel Connor terlempar dari tangannya sementara ia meraih kembali kemudi dan membantingnya ke kiri saat sebuah lampu mobil menyorot bagian depan mobil, membutakan matanya. 
    Connor memutar kemudi tepat waktu. Tepat waktu untuk tidak menghantamkan moncong mobilnya dengan mobil di depannya, tetapi tidak memiliki cukup waktu untuk menghindari tabrakan di bagian belakang mobilnya. 
    Crystal mendengar suara benturan paling keras yang pernah didengarnya dan tubuhnya terbanting ke arah pintu. Sisi kepalanya menghantam kaca. 
    “Crystal!” 
    Ia bisa mendengar teriakan Connor saat mobil kehilangan kendali dan terus meluncur ke kegelapan di hadapannya. Crystal masih cukup sadar saat mobil meluncur dalam sudut yang janggal, seolah-olah mereka sedang menuruni jurang, dan Crystal bisa melihat kelebat-kelebat pepohonan tinggi dan suara semak-semak yang dengan kasar menggores bagian luar mobil. 
    Mobil tergelincir dan Crystal merasakan tubuhnya miring. Ia menjerit saat disadarinya mobil sedang terbalik. Dalam kepanikan Crystal melihat Connor menatapnya penuh kengerian, tangannya terulur, ingin menjangkau Crystal. 
     
    Sebuah hantaman keras di bagaian depan mobil yang menyebabkan kaca-kaca berhamburan adalah suara terakhir yang didengar Crystal.
     

0 comments:

Post a Comment