• Little Love Sent From Heaven

    Gadis itu duduk di sana, menyaksikan perdebatan kedua orangtua mereka. Lagi.
    Gadis itu dan kedua orangtuanya seperti berada di dunia yang berbeda. Orangtuanya seperti tidak peduli lagi jika si Gadis harus mendengarkan nada kasar mereka dan kalimat-kalimat yang meresahkan pendengaran. Well, mungkin karena si Gadis sudah tumbuh semakin dewasa kini, dan saatnya melihat kenyataan.

    Si Gadis memalingkan wajahnya, ingin menutup pendengarannya, tetapi segala yang bisa ia lakukan hanyalah berpura-pura sibuk dengan dirinya sendiri. melanjutkan menonton televisi dan pura-pura tidak pernah terjadi apapun. Toh, perdebatan-perdebatan sama tentang hal-hal sepele itu akan terjadi lagi nanti. Jadi, tidak ada gunanya menghindar sekarang.

    "Dulu, aku sering mendengarkan curhat teman-teman terdekat tentang masalah keluarga mereka," ceritanya, "Aku hanya bisa berpikir, bagaimana mungkin bisa terjadi hal seperti itu di dalam kehidupan mereka yang terlihat sempurna? Tentang perceraian dan keretakan karena orang ketiga."
    Waktu itu si Gadis sempa bersyukur dalam hati bahwa keluarganya masih utuh. Orangtuanya masih ada dan selalu akan berada di sana ketika ia membutuhkan. Lengkap.
    Ia tidak pernah menyangka ini hanya soal waktu sampai ia mengetahui masalah sesungguhnya.
    Ternyata, sesuatu yang terlihat baik-baik saja di luar tetapi tidak begitu dengan keadaan sebenarnya di dalam, tidak lebih baik.
    Dan sekarang gadis itu pun merasakan tekanan yang mungkin dulu hanya bisa ia bayangkan.

    Si Gadis mungkin belum pernah menikah untuk merasakan kesulitan sebenarnya dalam mempertahankan sebuah rumah tangga. Ia belum bisa mengerti masalah-masalah yang mungkin muncul dan bagaimana untuk menyelesaikannya.
    Ia ingin melakukan sesuatu untuk membantu, tetapi ia tidak tahu bagaimana dan harus berpihak pada siapa. Ia mencintai kedua orangtuanya dan menyakitkan rasanya melihat mereka beradu argumen seperti itu. Senantiasa. Setiap kali.
    Berapa kali sudah ia melihat ibunya menangis. Berapa kali sudah ia melihat kepedihan di mata ayahanda terkasih. Berapa kali ia mendengar keluh kesah ibunya. Berapa kali ia merasa bahwa ayahnya menderita di dalam sana sekalipun tidak pernah menunjukkannya secara gamblang.
    Adakah sesuatu yang mengingatkan mereka akan cinta yang pernah ada?
    Adakah sesuatu yang mengingatkan mereka bahwa kebersamaan mereka pun juga atas pilihan mereka sendiri apapun resikonya?
    Mungkin pernah ada. Dan mereka lupa.

    Dear, Mom, Dear, Dad
    Mungkin aku bukan seorang putri yang sempurna,
    yang bisa memenuhi segala inginmu dan menuruti kehendakmu
    Benar, aku belum bisa mengerti penderitaan yang kalian alami,
    Benar, aku belum banyak pengalaman mengenai apa yang sudah kalian lalui,
    Benar, aku tidak bisa membela Bunda, ataupun Ayah
    Karena kenyataannya, aku mencintai kelian berdua
    Siapapun, bagaimanapun, sampai kapan pun...

    Tapi kalian juga pernah menjadi anak,
    Tapi pernahkah menjadi anak yang harus melihat keretakan hubungan kedua orangtuanya yang kian hari kian besar?
    Mungkin pernah.
    Dan mungkin kau juga akan mengerti bagaimana aku harus menahan rasa pedih di hatiku ketika mendengar sahabat bercerita tentang keharmonisan keluarga mereka,
    Membaca tentang keakraban yang terjalin di antara mereka,
    dan Menyimak cerita yang berbunga-bunga tentang kelucuan tingkah mereka.
    dan aku hanya berpikir...seandainya...
    dan aku hanya berpikir...mungkinkah...
    dan aku hanya berpikir...bisakah...

    Tapi ini hidupku, dimanapun Tuhan menempatkan adalah tempat terbaik untukku.
    Kalian adalah yang terbaik, dan aku tidak pernah meragukan itu.
    Ayah, Bunda, bisakah kita merekatkan kembali kepingan-kepingan yang telah tercecer?

    LOVE YOU, ALWAYS
    Gadis


    Sabar, dis :')

0 comments:

Post a Comment